Rabu, 28 Februari 2018



Perluasan RUU Pasal Zina Mengancam Dan Menghancurkan Ranah Privasi Dan Meningkatkan Kriminalitas Warga
Oleh Natalia Sari

 Sejumlah warga menginisiasi petisi untuk menolak perluasan pasal zina dalam draf rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) yang tengah dibahas oleh DPR dan Pemerintah. Dalam pasal 483 ayat (1) huruf e RKUHP dinyatakan bahwa laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan dapat dipidana dengan ancaman penjara paling lama lima tahun”.

RUU pasal zina ini mulai di bahas sejak tahun lalu dan masih dibahas sampai sekarang. DPR dan pemerintah masih membahas perluasan pasal ini sampai detik ini dan belum memutuskan bagaimana pasal ini kedepannya. Respon masyarakat, tidak sedikit masyarakat pro kontra . Tetapi tidak sedikit juga yang kontra terhadap pembahasan RUU tsb , karena merasa akan mengganggu hak privasi setiap orang. RUU pasal zina sendiri sedang menjadi pembahasan oleh DPR. Warga yang memiliki pandangan dan berpikiran luas dan panjang , akan berpikir untuk menolak RUU tsb. Karena menimbulkan tidak adanya privasi setiap warga. Setiap warga akan berlomba-lomba menjadi polisi moral disetiap waktu dan juga mengganggu kebebasan . Setiap orang akan merasa memiliki kepentingan dan hak untuk menggrebek dan juga menghakimi seseorang.

 Pasal-pasal yang memang menimbulkan kriminalitas suatu kelompok meningkat harus dihapuskan. RUU tsb dilanjutkan bahkan diperluas oleh DPR karena sejak 2015 sudah ada pengajuan tentang RUU tsb dan ditolak oleh MK , dan baru desember 2017 kemarin DPR mulai meninjau kembali untuk perluasan RUU tsb. perluasan pasal zina akan menimbulkan korban dari kelompok rentan. Pertama, korban perkosaan yang tak bisa membuktikan perkosaan atau jika pelaku perkosaan mengaku suka sama suka. Kedua, pasangan tanpa surat nikah, termasuk nikah siri, poligami, dan nikah adat yang tak dapat membuktikan secara hukum perkawinan mereka.

Seperti kasus yang beberapa waktu lalu terjadi , seorang pemuda ditemukan dikost bersama pacarnya dan diarak telanjang oleh warga bahkan RT sekitar itu. Dan setelah dibuktikan ternyata hal tsb tidak benar adanya , tidak ada perzinahan. Itu sebelum adanya RUU tsb , bagaimana jika ada RUU tsb ? Dan ormas-ormas yang merasa menjadi polisi moral yang sangat benar menangkap asal seluruh warga yang ternyata tidak berbuat mesum tetapi menurut mereka berbuat demikian ? . Ini sangat menghilangkan sila ke 2 dan 4 , RUU ini tidak ada musyawarah dengan warga dan justru dari yang berkembang sekarang banyak sekali warga yang menolak karena mengganggu privasi dan tindakan ormas yang akan lebih parah lagi.

Dampaknya pasti akan menimbulkan keresahan , terutama juga bagi orang yang memiliki pasangan. Tidak selalu jika berduaan itu melakukan zinah. Tetapi jika RUU ini diberlakukan maka ormas-ormas tsb akan berpegang teguh terhadap RUU tsb dan main asal tangkap. Dan juga hal tsb akan membuat perlakuan-perlakuan atau kejadian serupa yang main hakim sendiri akan banyak terulang dan malah memecah persatuan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar